Suara-IKN.com,- Belum genap satu bulan menjabat sebagai Direktur Jenderal (Dirjen) Migas, Achmad Muchtasyar dicopot atau di-non-aktifkan dari jabatannya oleh Kementerian ESDM.
Penonaktifan ini dilakukan setelah Kejaksaan Agung (Kejagung) RI melakukan penggeledahan di kantor Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Ditjen Migas), Jakarta, pada Senin, (10/2/2025).
Penggeledahan Kejagung ini terkait kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero), sub-holding dan kontraktor kontrak kerja sama pada periode 2018-2023 lalu.
Wakil Menteri ESDM, Yuliot Tanjung mengklaim penonaktifan Dirjen Migas itu dilakukan pihaknya pada Senin, 10 Februari 2025. Di sisi lain, jabatan yang diemban oleh Achmad Muchtasyar sebagai Dirjen Migas belum ada satu bulan.
“Penonaktifannya kemarin sore,” kata Yuliot saat ditemui awak media di Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, Selasa, (11/2/2025).
Meski begitu, Yuliot tidak menjelaskan detail terkait alasan Kementerian ESDM menonaktifkan Dirjen Migas. Wakil Menteri ESDM itu juga belum menjelaskan siapa pengganti Dirjen Migas setelah dinonaktifkan
“Untuk Dirjen Migas, ini kita lagi evaluasi internal, ya tentu dengan adanya proses evaluasi internal itu nanti akan dilihat ya bagaimana proses hukum yang berjalan,” terang Yuliot.
“Jadi itu untuk kita lebih independen untuk melihat itu proses hukum,” tandasnya.
Lantas, bagaimana tanggapan pihak Kementerian ESDM terkait penggeledahan Kejagung di kantor Ditjen Migas? Berikut ulasan selengkapnya.
Yuliot: Penggeledahan Tak Ganggu Aktivitas ESDM
Dalam kesempatan yang sama, Yuliot memastikan penggeledahan yang dilakukan Kejagung di kantor Ditjen Migas tidak mengganggu aktivitas di Kementerian ESDM.
“Tidak ada kendala. Ini dari kementerian tetap berjalan normal,” tegas Wakil Menteri ESDM.
Yuliot menuturkan, pekerjaan yang ada di Kementerian ESDM maupun Ditjen Migas tetap berjalan sebagaimana mestinya seperti sebelum penggeledahan oleh Kejagung.
“Ini ada kegiatan-kegiatan rutin yang ada di kementerian ya kita tetap melaksanakan kegiatan sesuai dengan apa yang dilaksanakan selama ini,” terangnya.
Di sisi lain, Yuliot menyebut Kementerian ESDM akan menghormati segala proses penegakan hukum yang dijalankan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
“Kami mengikuti proses hukum yang berlaku. Dengan adanya pemeriksaan oleh Kejaksaan Agung tentu ini ada subjek-subjek yang dilakukan pemeriksaan ya tentu kita akan mematuhi dan juga akan sangat kooperatif dengan proses hukum yang ada,” pungkasnya.
Berkaca dari hal itu terdapat kronologi penggeledahan Kejagung di kantor Ditjen Migas. Berikut ini ulasan selengkapnya.
Kejagung di Ditjen Migas: Masuk 3 Ruangan hingga Sita 5 Dus Dokumen
Dalam proses geledah Kejagung di kantor Ditjen Migas, otoritas berwenang melakukan penggeledahan di tiga ruangan.
“Pada penggeledahan dilakukan di tiga ruangan, yang pertama di ruangan direktur pembinaan usaha hulu,” ungkap Harli kepada wartawan di kantor Kejagung RI, Jakarta Selatan, pada Senin, 10 Februari 2025.
“Kemudian yang kedua di ruangan direktur pembinaan usaha hilir, dan di ruangan sekretaris direktorat jenderal migas,” lanjutnya.
Harli mengatakan penggeledahan itu menyita sebanyak 15 ponsel, lima dus dokumen, hingga laptop disita penyidik Kejagung.
“Dalam penggeledahan terhadap 3 ruangan tersebut penyidik pada Direktorat Penyidikan Jampidsus telah menemukan barang-barang berupa 5 dus dokumen ada barang elektronik berupa HP 15 unit dan ada satu unit laptop dan empty soft file,” tambahnya.
Kejagung: Kasus Dugaan Korupsi Tata Kelola Minyak
Dalam kesempatan yang sama, Kapuspenkum Kejagung RI, Harli Siregar menuturkan, telah dikeluarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 42 Tahun 2018 tentang prioritas pemanfaatan minyak bumi untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri, pada tahun 2018 lalu.
Aturan itu bertujuan agar PT Pertamina diwajibkan untuk mencari minyak yang diproduksi dalam negeri melalui kontrak kerja sama atau Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) swasta, namun kewajiban itu tidak dilakukan pihak terkait.
“Jika penawaran tersebut ditolak oleh Pertamina, maka penolakan tersebut digunakan untuk mengajukan rekomendasi ekspor, sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan persetujuan ekspor,” tegas Harli.
Duduk Perkara yang Libatkan KKKS Swasta dan PT Pertamina
Harli juga menjelaskan duduk perkara dalam pelaksanaan aturan ESDM itu, KKKS swasta dan PT Pertamina dalam hal ini sub-holding-nya yakni Integrated Supply Chain (ISC) atau PT KPI berusaha menghindari kesepakatan pada saat penawaran yang dilakukan dengan berbagai cara.
Harli mengatakan pihaknya menilai upaya itu disinyalir sebagai unsur perbuatan yang melawan hukum.
“Jadi, mulai di situ nanti ada unsur perbuatan melawan hukumnya,” terang Kapuspenkum Kejagung RI.
“Bahwa minyak mentah dan kondensat bagian negara atau MMKBN yang dilakukan ekspor dengan alasan COVID-19 karena terjadi pengurangan kapasitas intake produksi kilang,” lanjutnya.
Polemik Impor-Ekspor di Tengah Pemenuhan Kilang Minyak RI
Harli juga menuturkan, alih-alih memenuhi kebutuhan lewat kilang minyak dalam negeri, PT Pertamina malah melakukan impor minyak. Sedangkan KKKS swasta justru mengekspor minyak pada waktu yang sama.
“Namun pada waktu yang sama, PT Pertamina malah melakukan impor minyak mentah untuk memenuhi intake produksi kilang,” ujar Harli.
“Perbuatan menjual MMKBN tersebut mengakibatkan minyak mentah yang dapat diolah di kilang, harus digantikan dengan minyak mentah impor yang merupakan kebiasaan PT Pertamina yang tidak dapat lepas dari impor minyak mentah,” tandasnya. (Red)