Hukum

Kang Joker: Asas Dominus Litis Kepada Jaksa Berpotensi Merusak Sistem Hukum Indonesia

×

Kang Joker: Asas Dominus Litis Kepada Jaksa Berpotensi Merusak Sistem Hukum Indonesia

Sebarkan artikel ini
Kang Joker: Asas Dominus Litis Kepada Jaksa Berpotensi Merusak Sistem Hukum Indonesia
Ketua Umum DPP LSM PMPR Indonesia, Rohimat Joker.

suara-ikn.com – Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) yang tengah dibahas kembali, mencuri perhatian, terutama terkait pengaturan Asas Dominus Litis. Asas ini dianggap berpotensi merusak sistem hukum di Indonesia, di mana kewenangan Jaksa untuk menentukan kelanjutan atau penghentian perkara dapat menciptakan masalah serius dalam penegakan hukum.

Rohimat, yang akrab disapa Kang Joker, Ketua Umum DPP LSM PMPR Indonesia, memberikan pandangannya mengenai isu ini. Menurutnya, pengaturan ini menunjukkan adanya konsentrasi kekuasaan yang berlebihan di tangan Jaksa.

Baca Juga  Ubah BBM Ron 90 Jadi Pertamax, Begini Modus dan Kronologi

“Dengan Asas Dominus Litis, Jaksa tidak hanya berperan sebagai penuntut, tetapi juga sebagai pengambil keputusan awal dalam proses hukum. Ini jelas berpotensi menimbulkan penyalahgunaan wewenang,” ujar Kang Joker saat ditemui di Sekretariat DPP LSM PMPR Indonesia, Minggu, (9/2/2025).

Kang Joker menambahkan bahwa kewenangan Jaksa yang meluas dapat menyebabkan tumpang tindih dalam penegakan hukum. “Penyidik Polri seharusnya memiliki peran yang jelas dalam penyelidikan dan penyidikan, sedangkan Jaksa fokus pada penuntutan. Ketidakjelasan ini bisa membuat proses hukum menjadi tidak efisien,” jelasnya.

Baca Juga  Belum Sebulan Menjabat, Dirjen Migas Langsung Dicopot: Gara-gara Diduga Terlibat Kasus Korupsi

Lebih lanjut, Kang Joker mengingatkan bahwa adanya kewenangan untuk menghentikan perkara oleh Jaksa dapat menciptakan standar ganda dalam penegakan hukum. “Masyarakat bisa kehilangan kepercayaan terhadap sistem peradilan jika keputusan hukum yang diambil terkesan tidak konsisten,” katanya.

Kekhawatiran lain yang diungkapkan Kang Joker adalah potensi intervensi politik. “Dengan pengaturan ini, ada kemungkinan keputusan hukum dipengaruhi oleh kepentingan tertentu, yang bisa berujung pada kriminalisasi terhadap pihak-pihak tertentu,” tegasnya.

Baca Juga  4 Fakta Terkini Kasus Dugaan Korupsi Minyak yang Dibongkar Kejagung usai Geledah Ditjen Migas ESDM

Kang Joker menekankan bahwa solusi atas lemahnya penyelidikan tidak seharusnya dengan mengalihkan kewenangan ke Jaksa, melainkan dengan meningkatkan kapasitas penyidik Polri. “RKUHAP seharusnya lebih mengutamakan kepastian hukum dan proses yang cepat serta biaya ringan, tanpa menciptakan multitafsir baru,” tutupnya.

Dengan berbagai pandangan yang muncul, penting bagi pembuat kebijakan untuk mempertimbangkan kembali pengaturan dalam RKUHAP agar tidak merusak fondasi sistem hukum di Indonesia.***